Waspadai Kecanduan Pornografi Siswa Sekolah Dasar

Menurut hasil survey Yayasan Kita dan Buah Hati (KBH) terungkap bahwa bukan hanya remaja yang kencanduan melihat pornografi tetapi juga anak-anak sekolah dasar. Hal ini sangat memprihatinkan karena anak-anak tersebut lolos dari pengawasan kita selaku orang tua atau sebagai kontrol sosial masyarakat.

Yayasan KBH melakukan jajak pendapat kepada 1.625 siswa kelas 4-6 SD di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang (Jabodetabek) sepanjang tahun 2008. Dari data yang di hasilkan terungkap sebanyak 66% dari para siswa SD tersebut mengaku menyaksikan pornografi melalui berbagai media.
Menurut ketua pelaksana Yayasan KBH Elly Risman sebanyak 24% lewat komik, 18% lewat games, 16% situs porno, 14% film, 10% VCD dan DVD, 18% telepon seluler, dan 4-6% majalah serta koran. Dari hasil survey juga diungkapkan alasan kenapa siswa SD ingin menyaksikan pornografi sebanyak 27% adalah hanya iseng, 10% mengaku ikut-ikutan teman dan 4% terjerumus karena takut dinilai kurang pergaulan oleh teman-temannya.

Data lain yang diperoleh juga cukup mengejutkan karena sebagian besar siswa SD tersebut atau 30% ternyata menyaksikan pornografi dirumah orang tuanya dan kamar pribadinya, 12% lewat teman sedangkan 18% melalui warnet dan terakhir sebanyak 3% melalui rental VCD dan DVD.
Jika di asumsikan jumlah anak SD yang melihat pornografi di kamar pribadi dan rumah teman menunjukkan satu dari dua siswa SD melihat pornografi di rumah sendiri.

Dari data tersebut disebutkan sebanyak 43% siswa SD mengaku jijik dengan gambar pornografi, 27% mengaku biasa-biasa saja, 7% mau muntah, 5% takut, dan 4% terangsang. Elly menilai jika siswa-siswa SD keadaannya sudah begitu, bisa dibayangkan apa yang terjadi saat remaja nantinya. Anehnya, sebagian masyarakat Indonesia belum menganggap bencana pornografi sebagai sesuatu yang sangat serius sepenting flu burung, HIV/AIDS, dan narkoba. Pemerintah dan masyarakat sibuk memasalahkan UU Antipornografi padahal dirumah dan kamar anak-anak pornografi mengintai dan sedang menghancurkan otak mereka. Menurut pakar bedah otak dr Donald L Hilton Jr dari San Antonio, Amerika Serikat mengatakan kecanduan narkoba dan pornografi bisa merusak otak ukuran sel dan otak akan semakin mengerut dan dampaknya terganggu fungsi otaknya.

Sekjen Departemen Kesehatan (Depkes) dr H Sjafii Ahmad, MPH mengungkapkan hal serupa. Kerusakan otak akan mengganggu perilaku dan gangguan intelegensia anak, jika gangguan itu meluas ke masyarakat, mereka akan memperburuk kemampuan kesehatan fisik, mental, sosial, dan merusak tatanan kehidupan masyarakat.
Kepala Pusat Pemeliharaan Peningkatan Intelegensia Kesehatan Depkes dr Jofizal Jannis Sp.S(K) mengaku semakin khawatir dengan maraknya narkoba dan pornografi yang berdampak pada menurunnya sumber daya manusia Indonesia.
Sementara itu Pelaksana Program Khusus Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Yahya Maksum mengatakan, jika dilihat dari hasil survey data Yayasan KBH bahwa anak-anak siswa SD menyaksikan pornografi di rumahnya, hal ini dikarenakan anak dan orang tua kurang berdialog. Lebih lanjut Yahya menjelaskan komunikasi orang tua dan anak harus terjalin baik. Hal ini bukan soal intensnya komunikasi, tetapi kualitas hubungan. Dengan komunikasi yang baik, anak akan bersikap terbuka dalam menghadapi segala hal. Komunikasi bisa dilakukan saat makan bersama dan berkumpul di rumah. Pada kesempatan itu, anak diajak berdialog mengenai permasalahan yang sedang dihadapi. Anak SD memang belum membutuhkan dialog tentang pendidikan seks sebagaimana remaja, namun untuk tingkat TK dand SD sebenarnya sudah harus memahami bagian organ sendiri tujuannya, kata Yahya, mereka akan mengetahui dan memperlakukan organ tubuhnya dengan baik, termasuk mereka mencoba melindungi organ tubuhnya dari gangguan orang lain.